Selasa, 03 Desember 2013



 

BAB I
PENDAHULUAN

 Latar Belakang
       Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing – masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang – orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya pada suatu kehidupan.
Penulis masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai – nilai Agama dengan nilai – nilai Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai – nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandingkan antara Agama dan Budaya.



BAB II

PEMBAHASAN

1.1.  Pengertian Agama Dan Masyarakat

       Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.

       Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

       Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.

       Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.

       Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.

  • Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
  • Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
  • Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
  • Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
  • Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
  • Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
 
1.2.  Pengertian Agama Secara Umum

                 Istilah Agama dalam bahasa sansekerta terdiri dari kosa kata ”a” berarti “tidak” dan “gama” yang berarti kacau. Jadi kalau kedua kata itu digabungkan maka agama berarti tidak kacau. Istilah yang ke dua adalah “ugama” yang berarti “peraturan”, “tata tertib”, “hukum taurat”. Dari kedua kata diatas dapat disimpulkan bahwa agama adalah upaya manusia untuk mengaitkan dan menyesuaikan seluruh hidupnya dengan tata tertib, hukum serta peraturan Ilahi. Sehingga relasi dengan yang Ilahi, manusia dan alam dapat berjalan dengan baik dan tertib.
             Dalam bahasa latin agama’ disebut “religeo” kata ini berasal dari akar kata “religere” yang berarti “mengembalikan ikatan”, “mengikatkan kembali”. Dari istilah ini apat diartikan bahwa “agama” usaha manusia untuk mengembalikan, memulihkan hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah. Hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah pertama sekali terjadi ketika manusia (Adam dan Hawa) jatuh dalam dosa.

Latihan:
Coba tuliskan di bawah ini beberapa istilah yang dipakai untuk kata agama beserta dengan artinya?

…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………................................
1.3. Pengertian Agama Menurut Para Sosiolog


Picture
               Guna mempelajari bagian ini kita akan melihat pengertian agama menurut para sosiolog : menurut Emile Durkhien “agama merupakan kekuatan yang amat  mempengaruhi sikap hidup manusia secara individual maupun sosial”. Sementara menurut Franz Dahler mengatakan” agama adalah hubungan manusia dengan kekuasaan yang suci, dimana kekuasaan yang suci tersebut lebih tinggi dari adanya manusia”. Hal yang sama dengan ini Banawiratman mengatakan “bahwa agama bukan hanya ajaran teoritis, merumuskan iman dan mengarahkan prilaku orang beriman, melainkan juga didalamnya terdapat norma dan aturan, perintah, dan larangan yang berkenaan dengan etika dan moral masyarakat.
         Dari beberapa pengertian di atas dapat kita menarik benang merah, bahwa nilai-nilai agama sudah ada dalam diri manusia dan nilai-nilai tersebut sangat mempengaruhi nilai hidup manusia sehingga ia memiliki kesadaran  bahwa di luar dirinya ada sesuatu yang lebih tinggi, lebih suci dari dirinya.


2. Fungsi dan Peran Agama dalam Masyarakat


          Agama yang hadir dalam sejarah peradaban manusia tidak hanya berorientasi kepada Tuhan (spiritual) namun juga berorientasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dr.Th. Kobong mengatakan “bahwa agama adalah sumber hidup manusia dalam relasi tiga dimensi, yaitu relasi dengan Allah pencipta, dengan sesama dan dengan seluruh ciptaan lainnya”, dan kalau digambarkan demikian:

  Allah<--------Agama-------->Sesama Manusia--------->Ciptaan Lainnya

              Memang harus diakui tidak sedikit pemeluk agama meningkatkan kehidupan spiritualitasnya masing-masing. Tetapi pada sisi lain, kegiatan itu seolah-olah terpisah dari kehidupan bersama dalam masyarakat. Padahal sejak semula para pendiri agama tidak memisahkan kehidupan spiritualnya dengan masyarakat.. misalnya, Sidharta Gautama memahami manusia dan dunia sebagai sesuatu yang beragama dan mempengaruhi. Itu sebab nya perbedaan harus dihargai. Nabi Mohammad yang mencoba merubah masyarakat Arab yang primordialisis menjadi masyarakat yang berlandaskan persaudaran universal. Yesus Kristus, memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan untuk semua orang.
           Dalam konteks Indonesia yang pada dasarnya adalah masyarakat majemuk, dimana kemajemukan itu dapat kita lihat dalam hal: suku, etnis, bahasa, agama, dan lain-lain. Dalam hal agama, lima agama besar di dunia ada ditengah–tengah bangsa ini dan itu dilindungi/diakui oleh undang-undang (legal). Dan para The fonding fathers telah menetapkan pondasi sebagai titik puncak guna tumbuh kembangnya agama-agama yang ada itu.
               Pancasila yang adalah landasan Negara telah menjadi payung guna melindungi agama-agama yang ada di dalamnya. “Pancasila menjadi wadah yang memadai sebagai dasar pijak bersama seluruh anak bangsa dan agama memberi isi pada dimensi ritual.

Adapun fungsi dan peran agama sebagai mana dimaksud diatas adalah sebagai berikut:
a.       Agar kita dapat selalu ingat akan Tuhan, petunjuk bagaimana cara kita melayani Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.
b.     Sebagai pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. Artinya jika kita melakukan sesuatu yang tidak baik, dengan kita
           punya agama kita bisa disadarkan oleh ajaran  dan agama yang kita anut untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik.
c.       Penyelaras hidup dalam masyarakat.

3. Pearan Agama yang Destruktif

Picture
      Istilah destruktif dapat diartikan merusak, memusnahkan. Dari istilah ini jelaslah bahwa agama bukan lagi sebagai alat perdamain, penyejuk, bagi umat manusia, tetapi telah diseret oleh pelaku kejahatan sebagai alat violence. Dalam sejarah peradaban manusia di belahan dunia ini tidak sedikit  musibah terjadi dengan dalih agama. Benyamin F. Intan mengatakan “agama dengan wilayah Violence tidak hanya ditemukan di negeri seberang sana, ia telah mengglobal, bisa ditemukan dimana-mana termasuk di negeri ini.
             Semangat jihat, crusade, Holy War telah mewarnai sejarah perjalanan umat manusia dalam hal keagamaan. Semangat jihat, crusade dan Holy War ini memiliki ciri-ciri berperang mengatas namakan Tuhan dan cenderung memperlakukan  lawan sebagai musuh yang harus diberantas dan dibasmi sampai ke akar-akarnya. Satu contoh yang terjadi pada saat Perang Salib sekitar abad ke 11 – abad 13 yang sangat dijiwai oleh semangat Holy War.

              Pada tahun 1095 Paus Urbanus II memerintahkan orang-orang Kristen untuk merebut Tanah Suci Yerusalem dari tangan Muslim, yang digambarkn Paus pada waktu itu sebagai orang kafir terkutuk yang tidak mengenal Allah”. Perang Salib yang terjadi pada waktu itu, bukan hanya terjadi terhadap agama yang berbeda, tetapi juga ditujukan kepada sesama Kristen.
        Masih banyak lagi deretan peristiwa yang mengatas namakan agama (Tuhan). Dan semangat seperti itu pun ada dalam agama apapun itu, tidak ada perkecualian, yakni semangat fundamentalisme dan fanatisme.




GAMBAR-GAMBAR KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA


Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat   dipecahakan   secara   empiris   karena   adanya   keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan   fungsinya   sehingga   masyarakat   merasa   sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a.       Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b.      Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c.       Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
  • Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
  • Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
d.      Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
  • Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
  • Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
  • Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e.       Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan  menurut   Thomas   F.  O’Dea  menuliskan   enam  fungsi agama dan masyarakat yaitu:
1.      Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2.      Sarana hubungan  transendental  melalui  pemujaan dan upacara
Ibadat.
3.      Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4.      Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5.      Pemberi identitas diri.
6.      Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut  Hendropuspito  lebih ringkas  lagi,  akan tetapi   intinya   hampir   sama.   Menurutnya   fungsi   agama   dan masyarakat   itu   adalah   edukatif,   penyelamat,   pengawasan   sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai  agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma  atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
 Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh  jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
 Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial
Didalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial yang mempunyai pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi rendahnya dalam masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda yang berdiri yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas. Stratifikasi sosial itu tidak sama antara masyarakat satu dengan yang lain karena setiap masyarakat mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara tangga yang satu dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukan lapisan sosial setingkat . Contoh pengaruh agama terhadap stratifikasi pada golongan petani, sikap mental golongan petani terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana mereka hidup, yang antara lain adalah faktor klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin dan musim panas, yang sejalan dengan musim kering dan musim penghujan. Golongan petani selalu bergumul dengan pemainan hukum alam (pertanian). Hukum cocok tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani lebih cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis(supra-empiris) guna membantu mereka dalam menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari pengadaan sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di Indonesia mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai sekarang ini banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.
 KELESTARIAN AGAMA DALAM MASYARAKAT
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa pada masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh teknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC, Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi negara tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan mengetahui apa yang dipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami apa arti sebuah agama dam manfaatnya.
Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang demikian dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi. Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran yang diperoleh dari informasi agama. Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal, sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi bagian dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang dikatakan David Tracy bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dimensi religious, karena untuk dapat dipahami, dan diterima diperlukan keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan agama.


 BEBERAPA NILAI SERTA PERAN DAN FUNGSI AGAMA YANG HARUS KITA KETAHUI:
1. Nilai Spiritual
Setiap orang mempunyai kebutuhan fundamental sesuai dengan fitrahnya yang meniliki jasmani dan rohani, dan apabila dikaitkan dengan berbagai ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, di setiap hubungan tersebut ada hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, manusia dengan manusia lain/masyarakat, dan manusia dengan dirinya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan rohaninya manusia melaksanakan nilai spiritual dalam kehidupannya.
Nilai spiritual memiliki hubungan dengan sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan sakral suci dan agung. Karena itu termasuk nilai kerohanian, yang terletak dalam hati (bukan arti fisik), hati batiniyah mengatur psikis. Hati adalah hakekat spiritual batiniah, inspirasi, kreativitas dan belas kasih. Mata dan telinga hati merasakan lebih dalam realitas-realitas batiniah yang tersembunyi di balik dunia material yang kompleks. Itulah pengetahuan spiritual. Pemahaman spiritual adalah cahaya Tuhan ke dalam hati, bagaikan lampu yang membantu kita untuk melihat (Robert Frager 2002: 70).
Bila dilihat tinggi rendahnya nilai-nilai yang ada, nilai spiritual merupakan nilai yang tertinggi dan bersifat mutlak karena bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa (Notonagoro, 1980). Dalam kehidupan sosial-budaya keterikatan seseorang dihubungkan dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau kehidupan beragama. Setiap orang akan selalu memiliki kekuatan yang melebihi manusia, dalam pandangan orang beragama disebut sebagai Yang Maha Kuasa, Allah, Sang Hyang Widi, Tuhan, God, Dewa, Yang Maha Pencipta, dan sebagainya. Manusia sangat tergantung dan hormat pada kekuatan yang ada di luar dirinya, bahkan memujanya untuk melindungi dirinya dan bila perlu rela mengorbankan apa saja harta, jiwa/nyawa sebagai bukti kepatuhan dan ketundukan terhadap yang memiliki kekuatan tersebut.
Begitu kuatnya keyakinan terhadap kekuatan spiritual sehingga ia dianggapa sebagai kendali dalam memilih kehidupan yang baik dan atau yang buruk. Bahkan menjadi penuntun bagi seseorang dalam melaksanakan perilaku dan sifat dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Nilai Kemanusiaan
Dalam menjalani kehidupannya, manusia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan hidup yang merupakan hakekat dari kehidupan itu sendiri. Selama manusia itu hidup maka permasalahan hidup ini tidak akan pernah lepas dari kehidupannya.
Yang dimaksudkan dengan permasalahan hidup di sini adalah segala sesuatu yang perlu diatasi ataupun suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah beberapa permasalahan hidup manusia yang bersifat universal, yaitu dimanapun manusia itu ada maka permasalahan hidup ini sksn selalu ada. Bagaimana cara menusia itu mengatasi permasalahan tersebut, misalnya dengan mengambil hikmah, atau upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itu, akan menunjukkan kualitas dari diri manusia sebagai sisi nilai kemanusiaanya.
2.1.Cinta Kasih
Cinta kasih merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia/orang membutuhkan untuk mencintai dan dicintai, sebagai kebutuhan yang fundamental. Apabila dikaitkan dengan berbagai ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, disetiap hubungan terdapat aspek cinta. Ragam hubungan tersebut adalah antara manusia dengan Pencipta (Tuhan), manusia dengan alam, manusia dengan manusia lain/masyarakat, dan manusia dengan dirinya sendiri.
Menurut Erich Fromm, ada empat syarat utama yang harus dipenuhi untuk mewujudkan cinta kasih, yaitu:
1.) Knowledge (pengenalan), dengan demikian yang bersangkutan akan menerima sebagaimana adanya.
2.) Responsibility (tanggung jawab), yang mana masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab yang sama besarnya.
3.) Care (pengasuhan, perhatian, perlindungan, saling peduli).
4.) Respect (saling menghormati).
Cinta kasih bisa dipahami dari beragam hubungan yang dijalin oleh subjek-subjek yang mengadakan hubungan tersebut, yaitu:
Manusia dengan Sang Pencipta, disebut Agape. Bentuknya berupa: pengabdian, pemujaan disertai kepasrahan.
Manusia dengan manusia lain, yang disebut:
1.) Philia, jika bentuknya cinta persaudaraan atau persahabatan;
2.) Eros, jika cintanya menyangkut aspek ragawi;
3.) Amor, dalam aspek psikologis dan emosional.
Manusia dengan alam sekitar/lingkungan.Bentuk cinta kasihnya diwujudkan dengan menjaga/melestarikan lingkungan, dengan menciptakan keserasian, keselarasan, keseimbangan dengan alam/lingkungan. Sehingga dapat diupayakan suatu kehidupan yang menyengangkan, bahagia dan sentosa.
Untuk memperjelas uraian tentang cinta kasih, berikut ini adalah bentuk-bentuk cinta kasih yang antara lain adalah:
1.) Cinta terhadap Tuhan
2.) Cinta Persaudaraan
3.) Cinta Keibuan
4.) Cinta Erotis
5.) Cinta Diri Sendiri.
Sedangkan untuk selanjutnya hanya akan dibahas mengenai cinta terhadap Tuhan dan Cinta Persaudaraan.
2.1.1. Cinta Terhadap Tuhan
Manusia makhluk ciptaan Tuhan. Bagaimana perwujudan rasa cinta ditujukan kepada Tuhan, sebenarnya telah dikemukakan dalam kitab suci yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat religius. Salah satu bentuk yang diajarkan adalah bagaimana kita menjalankan apa yang Tuhan perintahkan dan menjauhkan apa yang dilarangNya, sebagaimana yang dimuat dalam kitab suci tersebut. Rasa cinta manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Oleh karena itu pemujaan kepada Tuhan dalam bentuk ibadah kepadaNya dengan suatu ikhtiar yang disertai kepasrahan merupakan inti dari kehidupan manusia. Mengapa hal itu dikatakan demikian? Karena Tuhan adalah pencipta alam semesta, manusia adalah bagian dari alam semesta yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan.
Selain itu kehidupan dunia adalah tidak abadi.Untuk mencapai kehidupan yang kekal di akhirat dengan bahagia, tentunya manusia harus mempersiapkan dirinya dahulu di dunia. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, yaitu dengan menjalankan perintah Tuhan dan menjauhkan laranganNya. Salah satu yang diperintahkan Tuhan adalah memberikan cinta kasih terhadap sesama manusia termasuk dirinya sendiri dan juga terhadap alam semesta.
2.1.2. Cinta Persaudaraan
Manusia adalah makhluk sosial, ia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini tanpa bantuan manusia atau makhluk lainnya. Selain itu, manusia juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup alamiah yang perlu dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan mendasar tersebut antara lain:
1.) Dorongan untuk mempertahankan hidup. Sebagai suatu kekuatan biologi yang ada pada semua makhluk di dunia dan yang menyebabkan mampu mempertahankan hidupnya di muka bumi.
2.) Dorongan seksual. Dorongan yang timbul pada tiap individu normal tanpa pengaruh pengetahuan, dan sebagai landasan biologis yang mendorong manusia untuk meneruskan keturunannya.
3.) Dorongan untuk usaha mencari makan. Dorongan ini tidak perlu di pelajari, dan sejak bayipun manusia sudah menunjukkan dorongan untuk mencari makan, yaitu dengan mencari susu ibunya atau botol susunya tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan.
4.) Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan manusia lain. Sebagai landasan biologis dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk kolektif.
5.) Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan sumber dari adanya beraneka ragam kebudayaan manusia. Dengan adanya dorongan ini, manusia mengembangkan adat yang memaksanya membuat kesepakatan-kesepakatan dengan manusia di sekitarnya.
6.) Dorongan untuk berbakti. Dorongan ada dalam naluri manusia karena manusia adalah makhluk yang hidupnya kolektif. Sehingga untuk dapat hidup bersama dengan manusia lain secara serasi, ia perlu landasan biologi untuk mengembangkan rasa altruistik, rasa simpati, rasa cinta dan sebagainya, yang (mendukung) memungkinkannya hidup bersama tersebut. Kalau dorongan ini diekstensikan dari dorongan untuk berbakti sesama manusia, kepada kekuatan-kekuatan yang oleh perasaannya dianggap berada di luar kemampuan dirinya, maka akan timbul religi/agama.
7.) Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna-warna, suara atau gerakan. Pada seorang bayi dorongan ini sudah tampak pada gejala tertariknya seorang bayi kepada bentuk-bentuk dan warna-warna tertentu. Dorongan naluri ini merupakan landasan dari suatu unsur penting dalam kebudayaan manusia yaitu kesenian (Koentjaraningrat, 1990: 109-111).
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas tidak dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu ia membutuhkan orang lain untuk memenuhinya. Artinya ia harus bekerjasama dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Bagaimana agar dapat bekerjasama dan terjalin hubungan yang baik, tentunya harus ditumbuhkan sikap altruisme yang memperlihatkan rasa cinta kasih antara sesama manusia yang saling membutuhkan itu, dan bukan sikap yang sebaliknya.
2.2. Penderitaan dan Kegelisahan
2.2.1. Penderitaan
Ciri kehidupan di dunia ini ditandai oleh tawa dan tangis yang mencerminkan keadaan yang fana. Pada suatu saat kita temukan kebahagiaan, yang pada umumnya diungkapkan dengan tawa ria. Pada saat lain kita mengalami penderitaan, kesakitan, kesusahan, yang biasanya diungkapkan dengan tangis. Penderitaan merupakan pengalaman pahit yang tidak didambakan oleh setiap manusia.
Hakikat penderitaan adalah:
1.) Dikotomis, yaitu kita melihat sesuatu sebagai dua kutub yang berdekatan namun berlawanan, penderitaan dan kebahagiaan. Tidak ada penderitaan kalau kita tidak mengenal kebahagiaan, dan sebaliknya.
2.) Universal namun unik/spesifik. Secara universal setiap orang tahu/mengenal/merasakan arti penderitaan, namun secara spesifik berat ringannya penderitaan dipersepsikan secara individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial budayanya.
3.) Kontradiktif, yaitu ditemukan pola menyimpang, yang dirasakan aneh bagi orang lain. Pola tersebut antara lain, dalam penderitaan badaniah terdapat suatu ’kebebasan’/kebahagiaan rohaniah, penderitaan seseorang untuk kebahagiaan orang lain.
2.2.2. Kegelisahan
Kegelisahan adalah suatu rasa tidak tentram, tidak tenang tidak sabar, rasa khawatir/cemas pada manusia. Jadi gelisah merupakan suatu rasa negatif yang berkembang dalam diri manusia, yang bersifat psikologis/kejiwaan. Kegelisahan merupakan gejala universal yang ada pada diri manusia manapun. Namun kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak-gerik seseorang dalam situasi tertentu.
Kegelisahan menujukkan pada sesuatu yang negatif, tetapi di sisi lain tetap mempunyai harapan. Sehingga antara kegelisahan dan harapan seolah-olah merupakan saudara kembar. Muncul ketenangan apabila ada keseimbangan antara kegelisahan dan harapan.
2.3. Otoritas Agama dan Masyarakat
Pada dasarnya masyarakat modern ditandai dengan menguatnya rasionalitas dan melemahnya peran agama. Sebelum perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat ini, agama menjadi pemandu manusia dalam mengatasi kecemasan hidupnya di tengah “kekuatan alam”. Meskipun tidak memberikan suatu tingkat solusi yang dapat dipertanggungjawabkan, namun agama dalam kehidupan masyarakat senantiasa menjadi obat mujarab segala persoalan.
Dalam proses selanjutnya, perkembangan ilmu pengetahuan menggeser peran agama tersebut. Ilmu pengetahuan dinilai sangat membantu manusia dalam memecahkan misteri alam. Padahal di masa sebelum ilmu pengetahuan, kekuatan alam seringkali menjadi sesuatu yang mencemaskan bagi kehidupan manusia. Bahkan penyembahan terhadap alam dalam komunitas agama primitif tidak bisa dilepas dari misteri kekuatan alam yang mencemaskan itu.
2.4. Peran Agama Menguat
Pasca berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di abad modern ini, alam justru menjadi pelayan manusia. Bahkan terdapat kecenderungan ekploitasi terhadap alam bagi kesejahteraan hidup manusia. Proses modernisasi di sebuah negara, yang ditandai dengan semakin kuatnya peran ilmu pengetahuan diramalkan akan mencabut peran agama dalam masyarakat.
Namun ramalan itu ternyata tidak sepenuhnya tepat. Hingga kini kita masih melihat kecenderungan kuatnya peran agama dalam masyarakat. Dalam masyarakat modern di kota-kota besar Indonesia, misalnya, menggambarkan adanya kegairahan dalam beragama. Maraknya acara-acara keagamaan dan bermunculannya tokoh-tokoh pendakwah muda menunjukkan adanya permintaan yang sangat besar dari masyarakat kota terhadap otoritas agama. Dalam industri televisi juga dapat dilihat dari begitu tingginya rating acara-acara yang bernuansa agama. Dapat disimpulkan bahwa semakin modern sebuah masyarakat tidak serta merta menggeser peran agama dalam kehidupan mereka.
Dalam hal-hal tertentu memang kita saksikan adanya pergeseran. Dahulu, hampir semua persoalan sosial yang dialami masyarakat biasanya akan dikonsultasikan kepada tokoh agama. Mereka menjadi konsultan dari persoalan publik hingga problem keluarga. Modernisasi kemudian menggeser peran itu. Persoalan sosial tersebut kini sudah terfragmentasi dalam lembaga-lembaga khusus sesuai dengan keahlian dari pengelola lembaga tersebut. Jadi, dalam batas-batas tertentu modernisasi atau perkembangan ilmu pengetahuan memang telah menggeser posisi agama. Namun itu tidak serta merta dapat dimaknai bahwa agama akan kehilangan fungsi dan menghilang dengan sendirinya.
B. Fungsi Agama dalam Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah satu sumber hukum atau dijadikan sebagai norma. Agama telah mengatur bagaimana gambaran kehidupan sosial yang ideal, yang sesuai dengan fitrah manusia. Agama juga telah meberikan contoh yang konkret mengenai kisah-kisah kehidupan sosio-kultural manusia pada masa silam, yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan bermasyarakat di masa sekarang. Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang akan datang.
Seperti yang kita semua ketahui, sekarang banyak terdengar suara-suara miring mengenai Islam. Banyak orang kafir yang memanfaatkan situasi ini untuk memojokkan umat Islam di seluruh dunia dengan cara menyebarkan kebohongan-kebohongan. Menghembuskan fitnah yang deras ke dalam tubuh masyarakat Islam, sehingga membuat umat Islam itu sendiri merasa tidak yakin dengan keimanannya sendiri.
Kasus terhangat baru-baru ini adalah mengenai pernikahan antara seorang kyai berusia 40 tahunan yang dikenal sebagai Syeh Puji yang menikahi gadis berusia 12 tahun! Dalam pandangan Islam, hal ini sah-sah saja. Karena, Rasulullah SAW sendiri menikahi Aisyah RA saat Aisyah masih berumur 9 tahun! Tetapi bagaimana pandangan masyarakat umum saat ini tentang kasus pernikahan ’unik’ ini? Banyak versi pendapat yang menghiasinya. Ada masyarakat umum yang memandang peristiwa ini sebagai peristiwa yang menghebohkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Disinilah sebenarnya fungsi agama sebagai sumber hukum yang utama dapat diterapkan. Kita boleh saja berbeda pandangan mengenai peristiwa ini. Tetapi sekali lagi, agama lah yang harus kita jadikan rujukan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
       Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
       Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.

B. Saran
       Dengan dibuat nya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.



Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Mubarrak, Zakky, 2008. MPKT Buku Ajar II: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok: Penerbit FEUI
Kaelany, DR, 2009. Islam Agama Universal. Jakarta: Midada Rahma Press
Sumber Internet:


                                         

2 komentar:

  1. menurut saya pribadi agama yang ad di Indonesia ada banyak jadi rasa toleransi antar umat beragama haruslah selalu ada di dalam kehidupan kita semua

    BalasHapus
  2. Harrah's Casino and Racetrack - MapyRO
    Compare reviews, photos & cheap parking for Harrah's Casino and 제주 출장마사지 Racetrack in Las Vegas - MapyRO Nearby: 제주도 출장샵 · Fremont Street Experience: · 김포 출장마사지 The LINQ 원주 출장샵 Hotel and Casino. 나주 출장샵

    BalasHapus