BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing – masing memiliki
keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang –
orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi
Budaya pada suatu kehidupan.
Penulis
masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur
adukkan nilai – nilai Agama dengan nilai – nilai Budaya yang padahal
kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan,
bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai –
nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak
mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun
berbentuk makalah dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa
yang diulas, nanti dapat menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan
serta dapat membandingkan antara Agama dan Budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian Agama Dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan
(Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga
disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.
Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia,
Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia
berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di
tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah
pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4%
kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan
kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin
semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau
kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui
enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di
Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari
itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam
hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara
tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur
Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama
keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari
India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini
sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan
kultur di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965
Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1,
“Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
- Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
- Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
- Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
- Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
- Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
- Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
1.2. Pengertian Agama Secara Umum
Istilah Agama dalam bahasa sansekerta terdiri dari kosa kata ”a” berarti “tidak” dan “gama” yang berarti kacau. Jadi kalau kedua kata itu digabungkan maka agama berarti tidak kacau. Istilah yang ke dua adalah “ugama” yang berarti “peraturan”, “tata tertib”, “hukum taurat”. Dari kedua kata diatas dapat disimpulkan bahwa agama adalah upaya manusia untuk mengaitkan dan menyesuaikan seluruh hidupnya dengan tata tertib, hukum serta peraturan Ilahi. Sehingga relasi dengan yang Ilahi, manusia dan alam dapat berjalan dengan baik dan tertib.
Dalam bahasa latin agama’ disebut “religeo” kata ini berasal dari akar kata “religere” yang berarti “mengembalikan ikatan”, “mengikatkan kembali”. Dari istilah ini apat diartikan bahwa “agama” usaha manusia untuk mengembalikan, memulihkan hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah. Hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah pertama sekali terjadi ketika manusia (Adam dan Hawa) jatuh dalam dosa.
Latihan: Coba tuliskan di bawah ini beberapa istilah yang dipakai untuk kata agama beserta dengan artinya?
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………................................
1.3. Pengertian Agama Menurut Para SosiologIstilah Agama dalam bahasa sansekerta terdiri dari kosa kata ”a” berarti “tidak” dan “gama” yang berarti kacau. Jadi kalau kedua kata itu digabungkan maka agama berarti tidak kacau. Istilah yang ke dua adalah “ugama” yang berarti “peraturan”, “tata tertib”, “hukum taurat”. Dari kedua kata diatas dapat disimpulkan bahwa agama adalah upaya manusia untuk mengaitkan dan menyesuaikan seluruh hidupnya dengan tata tertib, hukum serta peraturan Ilahi. Sehingga relasi dengan yang Ilahi, manusia dan alam dapat berjalan dengan baik dan tertib.
Dalam bahasa latin agama’ disebut “religeo” kata ini berasal dari akar kata “religere” yang berarti “mengembalikan ikatan”, “mengikatkan kembali”. Dari istilah ini apat diartikan bahwa “agama” usaha manusia untuk mengembalikan, memulihkan hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah. Hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah pertama sekali terjadi ketika manusia (Adam dan Hawa) jatuh dalam dosa.
Latihan: Coba tuliskan di bawah ini beberapa istilah yang dipakai untuk kata agama beserta dengan artinya?
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………................................
Guna mempelajari bagian ini kita akan melihat pengertian agama menurut para sosiolog : menurut Emile Durkhien “agama merupakan kekuatan yang amat mempengaruhi sikap hidup manusia secara individual maupun sosial”. Sementara menurut Franz Dahler
mengatakan” agama adalah hubungan manusia dengan kekuasaan yang suci,
dimana kekuasaan yang suci tersebut lebih tinggi dari adanya manusia”.
Hal yang sama dengan ini Banawiratman
mengatakan “bahwa agama bukan hanya ajaran teoritis, merumuskan iman
dan mengarahkan prilaku orang beriman, melainkan juga didalamnya
terdapat norma dan aturan, perintah, dan larangan yang berkenaan dengan
etika dan moral masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita menarik benang merah, bahwa nilai-nilai agama sudah ada dalam diri manusia dan nilai-nilai tersebut sangat mempengaruhi nilai hidup manusia sehingga ia memiliki kesadaran bahwa di luar dirinya ada sesuatu yang lebih tinggi, lebih suci dari dirinya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita menarik benang merah, bahwa nilai-nilai agama sudah ada dalam diri manusia dan nilai-nilai tersebut sangat mempengaruhi nilai hidup manusia sehingga ia memiliki kesadaran bahwa di luar dirinya ada sesuatu yang lebih tinggi, lebih suci dari dirinya.
2. Fungsi dan Peran Agama dalam Masyarakat
Agama yang hadir dalam sejarah peradaban manusia tidak hanya berorientasi kepada Tuhan (spiritual) namun juga berorientasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dr.Th. Kobong mengatakan “bahwa agama adalah sumber hidup manusia dalam relasi tiga dimensi, yaitu relasi dengan Allah pencipta, dengan sesama dan dengan seluruh ciptaan lainnya”, dan kalau digambarkan demikian:
Allah<--------Agama-------->Sesama Manusia--------->Ciptaan Lainnya
Memang harus diakui tidak sedikit pemeluk agama meningkatkan kehidupan spiritualitasnya masing-masing. Tetapi pada sisi lain, kegiatan itu seolah-olah terpisah dari kehidupan bersama dalam masyarakat. Padahal sejak semula para pendiri agama tidak memisahkan kehidupan spiritualnya dengan masyarakat.. misalnya, Sidharta Gautama memahami manusia dan dunia sebagai sesuatu yang beragama dan mempengaruhi. Itu sebab nya perbedaan harus dihargai. Nabi Mohammad yang mencoba merubah masyarakat Arab yang primordialisis menjadi masyarakat yang berlandaskan persaudaran universal. Yesus Kristus, memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan untuk semua orang.
Dalam konteks Indonesia yang pada dasarnya adalah masyarakat majemuk, dimana kemajemukan itu dapat kita lihat dalam hal: suku, etnis, bahasa, agama, dan lain-lain. Dalam hal agama, lima agama besar di dunia ada ditengah–tengah bangsa ini dan itu dilindungi/diakui oleh undang-undang (legal). Dan para The fonding fathers telah menetapkan pondasi sebagai titik puncak guna tumbuh kembangnya agama-agama yang ada itu.
Pancasila yang adalah landasan Negara telah menjadi payung guna melindungi agama-agama yang ada di dalamnya. “Pancasila menjadi wadah yang memadai sebagai dasar pijak bersama seluruh anak bangsa dan agama memberi isi pada dimensi ritual.
Adapun fungsi dan peran agama sebagai mana dimaksud diatas adalah sebagai berikut:
a. Agar kita dapat selalu ingat akan Tuhan, petunjuk bagaimana cara kita melayani Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.
b. Sebagai pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. Artinya jika kita melakukan sesuatu yang tidak baik, dengan kita
punya agama kita bisa disadarkan oleh ajaran dan agama yang kita anut untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik.
c. Penyelaras hidup dalam masyarakat.
3. Pearan Agama yang Destruktif
Istilah destruktif dapat diartikan merusak, memusnahkan. Dari istilah
ini jelaslah bahwa agama bukan lagi sebagai alat perdamain, penyejuk,
bagi umat manusia, tetapi telah diseret oleh pelaku kejahatan sebagai
alat violence. Dalam
sejarah peradaban manusia di belahan dunia ini tidak sedikit musibah
terjadi dengan dalih agama. Benyamin F. Intan mengatakan “agama dengan
wilayah Violence tidak hanya ditemukan di negeri seberang sana, ia telah mengglobal, bisa ditemukan dimana-mana termasuk di negeri ini.
Semangat jihat, crusade, Holy War telah mewarnai sejarah perjalanan umat manusia dalam hal keagamaan. Semangat jihat, crusade dan Holy War ini memiliki ciri-ciri berperang mengatas namakan Tuhan dan cenderung memperlakukan lawan sebagai musuh yang harus diberantas dan dibasmi sampai ke akar-akarnya. Satu contoh yang terjadi pada saat Perang Salib sekitar abad ke 11 – abad 13 yang sangat dijiwai oleh semangat Holy War.
Pada tahun 1095 Paus Urbanus II memerintahkan orang-orang Kristen untuk merebut Tanah Suci Yerusalem dari tangan Muslim, yang digambarkn Paus pada waktu itu sebagai orang kafir terkutuk yang tidak mengenal Allah”. Perang Salib yang terjadi pada waktu itu, bukan hanya terjadi terhadap agama yang berbeda, tetapi juga ditujukan kepada sesama Kristen.
Masih banyak lagi deretan peristiwa yang mengatas namakan agama (Tuhan). Dan semangat seperti itu pun ada dalam agama apapun itu, tidak ada perkecualian, yakni semangat fundamentalisme dan fanatisme.
Semangat jihat, crusade, Holy War telah mewarnai sejarah perjalanan umat manusia dalam hal keagamaan. Semangat jihat, crusade dan Holy War ini memiliki ciri-ciri berperang mengatas namakan Tuhan dan cenderung memperlakukan lawan sebagai musuh yang harus diberantas dan dibasmi sampai ke akar-akarnya. Satu contoh yang terjadi pada saat Perang Salib sekitar abad ke 11 – abad 13 yang sangat dijiwai oleh semangat Holy War.
Pada tahun 1095 Paus Urbanus II memerintahkan orang-orang Kristen untuk merebut Tanah Suci Yerusalem dari tangan Muslim, yang digambarkn Paus pada waktu itu sebagai orang kafir terkutuk yang tidak mengenal Allah”. Perang Salib yang terjadi pada waktu itu, bukan hanya terjadi terhadap agama yang berbeda, tetapi juga ditujukan kepada sesama Kristen.
Masih banyak lagi deretan peristiwa yang mengatas namakan agama (Tuhan). Dan semangat seperti itu pun ada dalam agama apapun itu, tidak ada perkecualian, yakni semangat fundamentalisme dan fanatisme.
GAMBAR-GAMBAR KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat
dipecahakan secara empiris karena adanya keterbatasan
kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera,
aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan
sebagai berikut :
a. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara
petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai,
pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan)
keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup
sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa
mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal
sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan
berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia
percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan
kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan
Penyucian batin.
c. Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
- Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
- Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
d. Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
- Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
- Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
- Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk
kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan
nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. O’Dea menuliskan enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:
1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
Ibadat.
3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5. Pemberi identitas diri.
6. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan
tetapi intinya hampir sama. Menurutnya fungsi agama dan
masyarakat itu adalah edukatif, penyelamat, pengawasan
sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar
agama adalah mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting
yang selalu menggoda manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia
membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif
tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan,
kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan
kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya.
Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta
masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan
“terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal
terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat
dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat
dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran.
Agama juga telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia
akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan
untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai
aneka kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama
merupakan unsur inti yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik
ditinjau dari segi positif maupun negatif. Masyarakat adalah suatu
fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus yang dapat
dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir
(jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah
perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh
perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi,
reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan
nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari
semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi
juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu
pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial
Didalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi
sosial yang mempunyai pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan
sosial menurut tinggi rendahnya dalam masyarakat. Seorang pengamat
menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda yang berdiri yang mempunyai
anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas. Stratifikasi sosial itu
tidak sama antara masyarakat satu dengan yang lain karena setiap
masyarakat mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara
tangga yang satu dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik
horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial.
Jadi lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukan lapisan
sosial setingkat . Contoh pengaruh agama terhadap stratifikasi pada
golongan petani, sikap mental golongan petani terbentuk oleh situasi dan
kondisi dimana mereka hidup, yang antara lain adalah faktor
klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin dan musim panas, yang
sejalan dengan musim kering dan musim penghujan. Golongan petani selalu
bergumul dengan pemainan hukum alam (pertanian). Hukum cocok tanam
kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada
kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum
petani lebih cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis(supra-empiris) guna
membantu mereka dalam menentukan hari yang tepat. Semangat religius
golongan petani itu terlihat dari pengadaan sejumlah pesta pertanian
pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di Indonesia mengadakan
selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai sekarang ini
banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.
KELESTARIAN AGAMA DALAM MASYARAKAT
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian lahir
pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti
pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa pada masyarakat modern agama
akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh teknologi dan
birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun
waktu terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis
seperti Rusia, RRC, Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena
tidak sesuai dengan ideologi negara tersebut, tetapi beberapa orang
berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat beragama semakin
meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu yang
salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat
berpikir dan mengetahui apa yang dipikirkan mengenai agama. Sehingga
umat beragama dapat memahami apa arti sebuah agama dam manfaatnya.
Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang demikian
dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi.
Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan
kebenaran yang diperoleh dari informasi agama. Pemeluk agama meyakini
kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal, sementara
kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya bisa
menjadi bagian dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang
dikatakan David Tracy bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dimensi
religious, karena untuk dapat dipahami, dan diterima diperlukan
keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan agama.
BEBERAPA NILAI SERTA PERAN DAN FUNGSI AGAMA YANG HARUS KITA KETAHUI:
1. Nilai Spiritual
Setiap orang mempunyai kebutuhan fundamental sesuai dengan fitrahnya yang meniliki jasmani dan rohani, dan apabila
dikaitkan dengan berbagai ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, di
setiap hubungan tersebut ada hubungan antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan alam, manusia dengan manusia lain/masyarakat, dan manusia
dengan dirinya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan rohaninya manusia
melaksanakan nilai spiritual dalam kehidupannya.
Nilai
spiritual memiliki hubungan dengan sesuatu yang dianggap mempunyai
kekuatan sakral suci dan agung. Karena itu termasuk nilai kerohanian,
yang terletak dalam hati (bukan arti fisik), hati batiniyah mengatur
psikis. Hati adalah hakekat spiritual batiniah, inspirasi, kreativitas
dan belas kasih. Mata dan telinga hati merasakan lebih dalam
realitas-realitas batiniah yang tersembunyi di balik dunia material yang
kompleks. Itulah pengetahuan spiritual. Pemahaman spiritual adalah
cahaya Tuhan ke dalam hati, bagaikan lampu yang membantu kita untuk
melihat (Robert Frager 2002: 70).
Bila
dilihat tinggi rendahnya nilai-nilai yang ada, nilai spiritual
merupakan nilai yang tertinggi dan bersifat mutlak karena bersumber dari
Tuhan Yang Maha Esa (Notonagoro, 1980). Dalam kehidupan sosial-budaya
keterikatan seseorang dihubungkan dengan pandangan hidup suatu
masyarakat atau kehidupan beragama. Setiap orang akan selalu memiliki
kekuatan yang melebihi manusia, dalam pandangan orang beragama disebut
sebagai Yang Maha Kuasa, Allah, Sang Hyang Widi, Tuhan, God, Dewa, Yang
Maha Pencipta, dan sebagainya. Manusia sangat tergantung dan hormat pada
kekuatan yang ada di luar dirinya, bahkan memujanya untuk melindungi
dirinya dan bila perlu rela mengorbankan apa saja harta, jiwa/nyawa
sebagai bukti kepatuhan dan ketundukan terhadap yang memiliki kekuatan
tersebut.
Begitu
kuatnya keyakinan terhadap kekuatan spiritual sehingga ia dianggapa
sebagai kendali dalam memilih kehidupan yang baik dan atau yang buruk.
Bahkan menjadi penuntun bagi seseorang dalam melaksanakan perilaku dan
sifat dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Nilai Kemanusiaan
Dalam
menjalani kehidupannya, manusia dihadapkan pada berbagai macam
permasalahan hidup yang merupakan hakekat dari kehidupan itu sendiri.
Selama manusia itu hidup maka permasalahan hidup ini tidak akan pernah
lepas dari kehidupannya.
Yang
dimaksudkan dengan permasalahan hidup di sini adalah segala sesuatu
yang perlu diatasi ataupun suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Berikut
ini adalah beberapa permasalahan hidup manusia yang bersifat universal,
yaitu dimanapun manusia itu ada maka permasalahan hidup ini sksn selalu
ada. Bagaimana cara menusia itu mengatasi permasalahan tersebut,
misalnya dengan mengambil hikmah, atau upaya yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya itu, akan menunjukkan kualitas dari diri
manusia sebagai sisi nilai kemanusiaanya.
2.1.Cinta Kasih
Cinta
kasih merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
manusia. Setiap manusia/orang membutuhkan untuk mencintai dan dicintai,
sebagai kebutuhan yang fundamental. Apabila dikaitkan dengan berbagai
ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, disetiap hubungan terdapat
aspek cinta. Ragam hubungan tersebut adalah antara manusia dengan
Pencipta (Tuhan), manusia dengan alam, manusia dengan manusia
lain/masyarakat, dan manusia dengan dirinya sendiri.
Menurut Erich Fromm, ada empat syarat utama yang harus dipenuhi untuk mewujudkan cinta kasih, yaitu:
1.) Knowledge (pengenalan), dengan demikian yang bersangkutan akan menerima sebagaimana adanya.
2.) Responsibility (tanggung jawab), yang mana masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab yang sama besarnya.
3.) Care (pengasuhan, perhatian, perlindungan, saling peduli).
4.) Respect (saling menghormati).
Cinta kasih bisa dipahami dari beragam hubungan yang dijalin oleh subjek-subjek yang mengadakan hubungan tersebut, yaitu:
Manusia dengan Sang Pencipta, disebut Agape. Bentuknya berupa: pengabdian, pemujaan disertai kepasrahan.
Manusia dengan manusia lain, yang disebut:
1.) Philia, jika bentuknya cinta persaudaraan atau persahabatan;
2.) Eros, jika cintanya menyangkut aspek ragawi;
3.) Amor, dalam aspek psikologis dan emosional.
Manusia
dengan alam sekitar/lingkungan.Bentuk cinta kasihnya diwujudkan dengan
menjaga/melestarikan lingkungan, dengan menciptakan keserasian,
keselarasan, keseimbangan dengan alam/lingkungan. Sehingga dapat
diupayakan suatu kehidupan yang menyengangkan, bahagia dan sentosa.
Untuk memperjelas uraian tentang cinta kasih, berikut ini adalah bentuk-bentuk cinta kasih yang antara lain adalah:
1.) Cinta terhadap Tuhan
2.) Cinta Persaudaraan
3.) Cinta Keibuan
4.) Cinta Erotis
5.) Cinta Diri Sendiri.
Sedangkan untuk selanjutnya hanya akan dibahas mengenai cinta terhadap Tuhan dan Cinta Persaudaraan.
2.1.1. Cinta Terhadap Tuhan
Manusia
makhluk ciptaan Tuhan. Bagaimana perwujudan rasa cinta ditujukan kepada
Tuhan, sebenarnya telah dikemukakan dalam kitab suci yang memuat
ajaran-ajaran yang bersifat religius. Salah satu bentuk yang diajarkan
adalah bagaimana kita menjalankan apa yang Tuhan perintahkan dan
menjauhkan apa yang dilarangNya, sebagaimana yang dimuat dalam kitab
suci tersebut. Rasa cinta manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Oleh karena itu pemujaan kepada Tuhan dalam
bentuk ibadah kepadaNya dengan suatu ikhtiar yang disertai kepasrahan
merupakan inti dari kehidupan manusia. Mengapa hal itu dikatakan
demikian? Karena Tuhan adalah pencipta alam semesta, manusia adalah
bagian dari alam semesta yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
kekuasaan Tuhan.
Selain
itu kehidupan dunia adalah tidak abadi.Untuk mencapai kehidupan yang
kekal di akhirat dengan bahagia, tentunya manusia harus mempersiapkan
dirinya dahulu di dunia. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, yaitu
dengan menjalankan perintah Tuhan dan menjauhkan laranganNya. Salah satu
yang diperintahkan Tuhan adalah memberikan cinta kasih terhadap sesama
manusia termasuk dirinya sendiri dan juga terhadap alam semesta.
2.1.2. Cinta Persaudaraan
Manusia
adalah makhluk sosial, ia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini tanpa
bantuan manusia atau makhluk lainnya. Selain itu, manusia juga mempunyai
kebutuhan-kebutuhan hidup alamiah yang perlu dipenuhi.
Kebutuhan-kebutuhan mendasar tersebut antara lain:
1.)
Dorongan untuk mempertahankan hidup. Sebagai suatu kekuatan biologi
yang ada pada semua makhluk di dunia dan yang menyebabkan mampu
mempertahankan hidupnya di muka bumi.
2.)
Dorongan seksual. Dorongan yang timbul pada tiap individu normal tanpa
pengaruh pengetahuan, dan sebagai landasan biologis yang mendorong
manusia untuk meneruskan keturunannya.
3.)
Dorongan untuk usaha mencari makan. Dorongan ini tidak perlu di
pelajari, dan sejak bayipun manusia sudah menunjukkan dorongan untuk
mencari makan, yaitu dengan mencari susu ibunya atau botol susunya tanpa
dipengaruhi oleh pengetahuan.
4.)
Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan manusia lain. Sebagai
landasan biologis dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk
kolektif.
5.)
Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan
sumber dari adanya beraneka ragam kebudayaan manusia. Dengan adanya
dorongan ini, manusia mengembangkan adat yang memaksanya membuat
kesepakatan-kesepakatan dengan manusia di sekitarnya.
6.)
Dorongan untuk berbakti. Dorongan ada dalam naluri manusia karena
manusia adalah makhluk yang hidupnya kolektif. Sehingga untuk dapat
hidup bersama dengan manusia lain secara serasi, ia perlu landasan
biologi untuk mengembangkan rasa altruistik, rasa simpati, rasa cinta
dan sebagainya, yang (mendukung) memungkinkannya hidup bersama tersebut.
Kalau dorongan ini diekstensikan dari dorongan untuk berbakti sesama
manusia, kepada kekuatan-kekuatan yang oleh perasaannya dianggap berada
di luar kemampuan dirinya, maka akan timbul religi/agama.
7.)
Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna-warna,
suara atau gerakan. Pada seorang bayi dorongan ini sudah tampak pada
gejala tertariknya seorang bayi kepada bentuk-bentuk dan warna-warna
tertentu. Dorongan naluri ini merupakan landasan dari suatu unsur
penting dalam kebudayaan manusia yaitu kesenian (Koentjaraningrat, 1990:
109-111).
Kebutuhan-kebutuhan
tersebut di atas tidak dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Oleh karena
itu ia membutuhkan orang lain untuk memenuhinya. Artinya ia harus
bekerjasama dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Bagaimana
agar dapat bekerjasama dan terjalin hubungan yang baik, tentunya harus
ditumbuhkan sikap altruisme yang memperlihatkan rasa cinta kasih antara
sesama manusia yang saling membutuhkan itu, dan bukan sikap yang
sebaliknya.
2.2. Penderitaan dan Kegelisahan
2.2.1. Penderitaan
Ciri
kehidupan di dunia ini ditandai oleh tawa dan tangis yang mencerminkan
keadaan yang fana. Pada suatu saat kita temukan kebahagiaan, yang pada
umumnya diungkapkan dengan tawa ria. Pada saat lain kita mengalami
penderitaan, kesakitan, kesusahan, yang biasanya diungkapkan dengan
tangis. Penderitaan merupakan pengalaman pahit yang tidak didambakan
oleh setiap manusia.
Hakikat penderitaan adalah:
1.) Dikotomis,
yaitu kita melihat sesuatu sebagai dua kutub yang berdekatan namun
berlawanan, penderitaan dan kebahagiaan. Tidak ada penderitaan kalau
kita tidak mengenal kebahagiaan, dan sebaliknya.
2.)
Universal namun unik/spesifik. Secara universal setiap orang
tahu/mengenal/merasakan arti penderitaan, namun secara spesifik berat
ringannya penderitaan dipersepsikan secara individual yang dipengaruhi
oleh latar belakang sosial budayanya.
3.)
Kontradiktif, yaitu ditemukan pola menyimpang, yang dirasakan aneh bagi
orang lain. Pola tersebut antara lain, dalam penderitaan badaniah
terdapat suatu ’kebebasan’/kebahagiaan rohaniah, penderitaan seseorang
untuk kebahagiaan orang lain.
2.2.2. Kegelisahan
Kegelisahan
adalah suatu rasa tidak tentram, tidak tenang tidak sabar, rasa
khawatir/cemas pada manusia. Jadi gelisah merupakan suatu rasa negatif
yang berkembang dalam diri manusia, yang bersifat psikologis/kejiwaan.
Kegelisahan merupakan gejala universal yang ada pada diri manusia
manapun. Namun kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah
laku atau gerak-gerik seseorang dalam situasi tertentu.
Kegelisahan
menujukkan pada sesuatu yang negatif, tetapi di sisi lain tetap
mempunyai harapan. Sehingga antara kegelisahan dan harapan seolah-olah
merupakan saudara kembar. Muncul ketenangan apabila ada keseimbangan
antara kegelisahan dan harapan.
2.3. Otoritas Agama dan Masyarakat
Pada
dasarnya masyarakat modern ditandai dengan menguatnya rasionalitas dan
melemahnya peran agama. Sebelum perkembangan ilmu pengetahuan seperti
saat ini, agama menjadi pemandu manusia dalam mengatasi kecemasan
hidupnya di tengah “kekuatan alam”. Meskipun tidak memberikan suatu
tingkat solusi yang dapat dipertanggungjawabkan, namun agama dalam
kehidupan masyarakat senantiasa menjadi obat mujarab segala persoalan.
Dalam
proses selanjutnya, perkembangan ilmu pengetahuan menggeser peran agama
tersebut. Ilmu pengetahuan dinilai sangat membantu manusia dalam
memecahkan misteri alam. Padahal di masa sebelum ilmu pengetahuan,
kekuatan alam seringkali menjadi sesuatu yang mencemaskan bagi kehidupan
manusia. Bahkan penyembahan terhadap alam dalam komunitas agama
primitif tidak bisa dilepas dari misteri kekuatan alam yang mencemaskan
itu.
2.4. Peran Agama Menguat
Pasca
berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di abad modern ini, alam justru
menjadi pelayan manusia. Bahkan terdapat kecenderungan ekploitasi
terhadap alam bagi kesejahteraan hidup manusia. Proses modernisasi di
sebuah negara, yang ditandai dengan semakin kuatnya peran ilmu
pengetahuan diramalkan akan mencabut peran agama dalam masyarakat.
Namun
ramalan itu ternyata tidak sepenuhnya tepat. Hingga kini kita masih
melihat kecenderungan kuatnya peran agama dalam masyarakat. Dalam
masyarakat modern di kota-kota besar Indonesia, misalnya, menggambarkan
adanya kegairahan dalam beragama. Maraknya acara-acara keagamaan dan
bermunculannya tokoh-tokoh pendakwah muda menunjukkan adanya permintaan
yang sangat besar dari masyarakat kota terhadap otoritas agama. Dalam
industri televisi juga dapat dilihat dari begitu tingginya rating
acara-acara yang bernuansa agama. Dapat disimpulkan bahwa semakin modern
sebuah masyarakat tidak serta merta menggeser peran agama dalam
kehidupan mereka.
Dalam
hal-hal tertentu memang kita saksikan adanya pergeseran. Dahulu, hampir
semua persoalan sosial yang dialami masyarakat biasanya akan
dikonsultasikan kepada tokoh agama. Mereka menjadi konsultan dari
persoalan publik hingga problem keluarga. Modernisasi kemudian menggeser
peran itu. Persoalan sosial tersebut kini sudah terfragmentasi dalam
lembaga-lembaga khusus sesuai dengan keahlian dari pengelola lembaga
tersebut. Jadi, dalam batas-batas tertentu modernisasi atau perkembangan
ilmu pengetahuan memang telah menggeser posisi agama. Namun itu tidak
serta merta dapat dimaknai bahwa agama akan kehilangan fungsi dan
menghilang dengan sendirinya.
B. Fungsi Agama dalam Masyarakat
Dalam
kehidupan bermasyarakat, agama memiliki fungsi yang vital, yakni
sebagai salah satu sumber hukum atau dijadikan sebagai norma. Agama
telah mengatur bagaimana gambaran kehidupan sosial yang ideal, yang
sesuai dengan fitrah manusia. Agama juga telah meberikan contoh yang
konkret mengenai kisah-kisah kehidupan sosio-kultural manusia pada masa
silam, yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan
bermasyarakat di masa sekarang. Kita dapat mengambil hikmah dari
dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan kehidupan masyarakat
zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan pelajaran yang
berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang
akan datang.
Seperti
yang kita semua ketahui, sekarang banyak terdengar suara-suara miring
mengenai Islam. Banyak orang kafir yang memanfaatkan situasi ini untuk
memojokkan umat Islam di seluruh dunia dengan cara menyebarkan
kebohongan-kebohongan. Menghembuskan fitnah yang deras ke dalam tubuh
masyarakat Islam, sehingga membuat umat Islam itu sendiri merasa tidak
yakin dengan keimanannya sendiri.
Kasus
terhangat baru-baru ini adalah mengenai pernikahan antara seorang kyai
berusia 40 tahunan yang dikenal sebagai Syeh Puji yang menikahi gadis
berusia 12 tahun! Dalam pandangan Islam, hal ini sah-sah saja. Karena,
Rasulullah SAW sendiri menikahi Aisyah RA saat Aisyah masih berumur 9
tahun! Tetapi bagaimana pandangan masyarakat umum saat ini tentang kasus
pernikahan ’unik’ ini? Banyak versi pendapat yang menghiasinya. Ada
masyarakat umum yang memandang peristiwa ini sebagai peristiwa yang
menghebohkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Disinilah sebenarnya fungsi
agama sebagai sumber hukum yang utama dapat diterapkan. Kita boleh saja
berbeda pandangan mengenai peristiwa ini. Tetapi sekali lagi, agama lah
yang harus kita jadikan rujukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan
agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah
kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat
kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para
tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat
mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya
agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam
hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan
masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada
tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak
bersifat antagonis.
B. Saran
Dengan dibuat nya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca
agar bisa memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan
masyarakat.
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Mubarrak, Zakky, 2008. MPKT Buku Ajar II: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok: Penerbit FEUI
Kaelany, DR, 2009. Islam Agama Universal. Jakarta: Midada Rahma Press
Sumber Internet: